Adu Domba di Area Bulan Sabit
Oleh: Ahmad Barjie B
Takbir Allahu Akbar adalah kalimat yang bernilai tinggi dan banyak pahalanya di sisi Allah swt, selain kalimah thayyibah lainnya seperti tahlil, tasbih dan tahmid. Kalimat takbir juga dapat dijadikan pemompa semangat perjuangan melawan musuh. Ketika Arek-arek Suroboyo berjibaku melawan tentara Sekutu November 1945, kalimat ini pula yang diteriakkan menggelegar oleh Bung Tomo. Heroisme pejuang bangkit dan berhasil membuat musuh kewalahan.
Hal sama dilakukan para pahlawan dan pejuang dalam Perang Makassar, Banten, Padri, Diponegoro, Banjar dan banyak lagi. Saat Perang Banjar berkecamuk melawan Belanda (1859-1905) dipimpin Pangeran Antasari dan pengikutnya, ada pasukan khusus bernama Baratib Baramal yang selain berjuang fisik juga aktif berzikir, salah satunya melafalkan takbir secara massal.
Saat ini kalimat takbir juga marak diucapkan di beberapa negara Timur Tengah seperti Libya. Ketika pasukan oposisi (pemberontak) berhasil melumpuhkan pasukan pro Khadafi, kalimat Allahu Akbar selalu mereka teriakkan. Sebaliknya ketika tentara Khadafi berhasil memukul mundur pemberontak, juga takbir mereka ucapkan. Saat nama Allah diucapkan dalam perang oleh kelompok yang sama-sama muslim, hanya karena perbedaan kepentingan politik, tentu sangat menyedihkan. Israel yang menjadi musuh lama bersama justru tak diutak-atik. Muslimin dunia miris, bingung dan kecewa.
Lebih menyedihkan perang saudara karena diadudomba pihak luar, yaitu Koalisi, NATO dan Uni Eropa. Pihak ini sangat kentara merendahkan dan memecah belah kedaulatan Libya. Selain menyerang Tripoli dan basis-basis militer Khadafi, juga membantu pemberontak dengan pelatih, peralatan militer dan logistik. Melihat Khadafi tak kunjung menyerah, serangan diarahkan kepada keluarga Khadafi, anak dan cucunya sudah tewas dan Khadafi sendiri dikabarkan luka. Kurangnya reaksi dunia membuat larangan terbang yang dimandatkan PBB sudah jauh terlampaui. Karena sejak berkuasa (1969) Khadafi anti Barat, Koalisi/NATO sangat berambisi Khadafi jatuh.
Kurang lebih sama terjadi di Yaman, Suriah, Bahrain, Kurdi, dan terdahulu Irak, Afghanistan dan Pakistan. Takbir sama-sama diucapkan oleh pihak yang menyerang dan diserang. Membunuh dan terbunuh seperti menjadi peristiwa rutin sehari-hari. Dunia Islam yang notabene area bulan sabit subur (the fertile crescent) benar-benar menyedihkan, berdarah-darah, terpecah belah karena gampang diadudomba asing yang tidak ingin melihat umat dan Dunia Islam bersatu.
Menengok sejarah
Kondisi dunia Islam kontemporer yang marak perang saudara, mengingatkan kita ke zaman akhir Khulafa al-Rasyidun, saat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah (655-661 M). Saat itu terjadi perang saudara besar di tubuh umat Islam, antara pengikut Ali versus pasukan Aisyah (Perang Jamal), pasukan Ali versus Muawiyah (Perang Shiffin), dan antara pasukan Ali dengan golongan Khawarij. Perang Jamal dapat dituntaskan dan para pihak berhasil berdamai, tetapi dua lainnya tetap menimbulkan permusuhan berlarut-larut dan banyak sekali memakan korban.
Melihat puluhan ribu tentara muslim tewas, Sayyidina Ali terharu sedih. Beliau rawat jenazah itu satu persatu, baik tentara yang berjuang di pihaknya maupun kubu musuh, semua sama dishalatkan dan diperlakukan sebagai muslim. Kepada pihak Muawiyah Ali mengatakan, mereka sengaja salah, sehingga rela berperang karena nafsu kekuasaan dan fanatisme kesukuan. Kepada golongan Khawarij Ali mengatakan, mereka tersalah, karena tidak memahami agama secara benar, sehingga menyalahkan dan mengkafirkan golongan yang berbeda.
Satu dari benang merahnya, Perang Shiffin dan Jamal, hakikatnya juga karena adu domba. Abdullah bin Shaba, tokoh Yahudi yang pura-pura masuk Islam, sejak era Khalifah Utsman bin Affan aktif menebar fitnah dan politik adu domba di sana sini. Akhirnya umat Islam terkecoh, terpancing emosinya, dan tanpa sadar berperang sesamanya. Inilah bahaya fitnah yang lebih kejam daripada pembunuhan. Umat Islam mundur puluhan tahun ke era pra Islam, saat gemar berperang antarsuku dan kabilah.
Umat Islam yang sempat maju kembali mundur ketika jatuhnya Kota Baghdad, ibukota Dinasti Abbasiyah (1258 M). Seorang elit istana yang keburu ingin berkuasa, berkhianat dan berkoalisi dengan Tentara Mongol Tartar. Akibatnya tentara Tartar dengan mudah membunuh Khalifah Abbasiyah dan keluarganya dan menghancurkan kota Baghdad dengan segala perbendaharaan peradabannya yang gemilang.
Berhasilkah sang pengkhianat dengan impiannya? Tentu saja tidak. Tentara Tartar cukup cerdik, menurut mereka orang itu rela berkhianat kepada agama dan bangsanya, apalagi dengan Tartar nanti. Akhirnya si pengkhianat juga dilecehkan dan dibunuh secara hina.
Saddam Hussein dulu Sekutu AS saat berperang dengan Iran. Bahkan Osama bin Laden juga teman koalisi AS kala melawan Uni Soviet di Afghanistan. Giliran mereka tak dibutuhkan lagi, AS tak segan memusuhi dan menghabisi mereka. Tampak tak ada teman abadi.
Banyak pelajaran
Seharusnya umat Islam tidak mau diadudomba oleh siapa pun. Apalagi oleh pihak barat yang sepertinya masih memiliki darah imperialisme-kolonialisme yang dulu sukses menguasai negeri-negeri Islam dengan politik devide et impera. Di mata Amien Rais, AS yang kini menjadi polisi dunia, juga seperti imperialis kesiangan.
Dunia Islam mesti waspada, jangan menjadi korban adu domba. Mereka mendukung dan membantu umat Islam yang sehaluan dengannya dan memujinya dengan istilah moderen, moderat dan inklusif. Sebaliknya memusuhi muslim yang berlawanan, yang dicap fundamentalis dan radikalis. Umat Islam hakikatnya satu saja, dari awal sudah toleran dan moderat. Teroris dan radikalis muncul karena ada pemicu, dan itu hanya kasuistik, bukan stereotip.
Agar umat Islam tidak terpecah belah, harus berpegang kuat pada agamanya dan menjalin silaturahim sesama, tanpa membedakan suku bangsa, budaya dan agama. Silaturahim Islam lintas agama, ras, etnis dan budaya. Kalau umat kuat dan tak mau diadudomba, dunia Islam dan Indonesia ini akan besar dan kuat. NKRI dan bhinneka tunggal ika terjaga. Takkan ada yang diserang dan dilecehkan. Predator hanya memangsa domba yang terpisah dari kawanannya.
Warga Nahdliyin tinggal di Banjarmasin.