Kontroversi Kematian Osama
Oleh: Ahmad Barjie B
Osama bin Laden sudah tewas. Tetapi sepeninggalnya, masih banyak misteri, kontroversi, tanda tanya dan masalah yang menyelimuti publik dunia. Persoalan terorisme tidak makin sederhana tapi bertambah kompleks.
Tewasnya Bin Laden di Abbottabad Pakistan, mengundang pertanyaan, mengapa Osama tidak didampingi pengawal yang kuat karena dia seorang tokoh besar dan pemimpin puncak al-Qaeda. Hal ini agak lebih mudah dijawab, mungkin itu disengaja agar tidak mencolok. Osama berkomunikasi tidak pakai telepon, tetapi sebatas kurir yang tak lebih merupakan sarana komunikasi tradisional. Dengan begitu AS sulit mendeteksi dan butuh waktu lama untuk mengendus keberadaannya.
Tidak adanya pengawal yang berarti memudahkan tentara AS melumpuhkan Osama. Tetapi Sydney Jones pengamat terorisme asal Australia, menyayangkan tentara AS yang keburu membunuh Osama. Padahal menurutnya sangat bijak kalau Osama hanya ditangkap hidup lalu diadili. Hal itu bermanfaat bagi AS untuk mengurai jaringan terorisme. Juga lebih bermartabat dalam perspektif kemanusiaan.
Dilema Pakistan
Tewasnya Osama di Pakistan menimbulkan persoalan baru. Pakistan mengaku hal itu benar-benar di luar pengetahuan. Tetapi AS tidak percaya begitu saja. Ada kecurigaan AS bahwa itu memang disengaja. Pakistan hanya pura-pura bekerjasama dengan AS dalam memerangi terorisme, karena ingin memperoleh bantuan dana yang cukup besar setiap tahunnya. Tetapi di balik itu bermain mata.
Memang bagi Pakistan terorisme sangat dilematis. Satu sisi pemerintah Pakistan memiliki komitmen bersama AS memerangi terorisme. Tetapi di sisi lain, banyak rakyat Pakistan yang anti AS dan bersimpati terhadap perjuangan Osama beserta kelompoknya. Kedekatan itu sudah lama, sejak Afghanistan diduduki Uni Soviet 1979, di mana banyak pejuang dan penduduk Afghan lari dan berjuang dari Pakistan. Hingga kini simpati mereka tetap terjaga. Terbukti, di tengah ketakutan publik dunia untuk terang-terangan berrsimpati pada Osama, sebagian rakyat Pakistan justru melakukan demo besar mengutuk AS atas pembunuhan Osama.
Pakistan ke depan berdiri di dua persimpangan, ikut AS kembali seperti semula atau sebaliknya. Jika memilih opsi pertama, mungkin akan tetap dibantu AS, tetapi dengan tekanan yang makin keras. Risikonya, penguasa Pakistan akan menjadi target serangan al-Qaeda. Selama serangan terhadap pemerintah sudah amat sering. Konon meninggalnya Benazir Bhutto juga akibat serangan al-Qaeda, karena Bhutto akan berkoalisi dengan AS. Sebaliknya jika berseberangan dengan AS, Pakistan akan aman dari gangguan al-Qaeda, tapi justru akan berhadapan dengan AS sendiri. Bagi AS tidak ada persahabatan abadi. Mendiang Saddam Hussein dulunya sekutu AS saat berkonfrontasi dengan Iran, tapi kemudian justru diserang dan dihabisi. Bahkan Osama sendiri asalnya sekutu AS saat berperang dingin melawan Uni Soviet.
Hubungan AS-Pakistan akan sering diwarnai ketegangan dan kecurigaan. Selama ini Pakistan sudah sering sakit hati oleh ulah AS yang karena alasan memerangi teroris al-Qaeda banyak mengorbankan warga sipil. Termasuk dalam penyergapan Osama, Pakistan merasa dilangkahi dan kedaulatannya dilanggar karena tidak diberi tahu sebelumnya oleh AS.
Terbunuhnya Osama di Pakistan membuat kesal presiden Afghanistan, Hamid Karzai. Negaranya sudah hancur-hancuran karena sering diserang AS/NATO untuk mencari Osama, yang amat banyak mengorbankan warga sipil. Tidak tahunya orang yang dicari ada di Pakistan.
Sebaliknya dengan India. Tewasnya Osama di Pakistan membuat India punya tambahan peluru untuk menyudutkan Pakistan dan mengambil simpati AS cs. Bahwa ternyata Pakistan tidak sungguh-sungguh membasmi teroris.
Umat terpecah
Kontroversi lainnya tentu tidak terlepas dari sikap AS yang buru-buru menguburkan jasad Osama di laut dan tidak mau memperlihatkannya ke publik. Hal ini berakibat ada yang meragukan yang tewas itu bukan Osama. Bahkan ada berita media bahwa Osama masih hidup.
Kita tak ragu yang tewas memang Osama. Sikap AS itu semata karena alasan politik ke depan agar kubur Osama tidak dikeramatkan pengikut dan simpatisannya. Mungkin juga karena tubuh Osama, khususnya bagian muka benar-benar hancur, jadi kurang layak dipertontonkan ke publik.
Manusia berasal dari tanah, maka harus kembali ke tanah. Allah swt saja menerima bumi ciptaanNya sebagai tempat pemakaman semua makhlukNya, siapa dan apapun dia. Jadi, seharusnya Osama tetap dimakamkan di tanah, sebab kalau AS meminta tentu ada saja yang mau menyediakan tanahnya sebagai makam Osama. Sekadar penolakan Arab Saudi tak bisa dijadikan alasan. Menurut para ulama, pemakaman di laut hanya dibolehkan syariat jika keadaan darurat, misalnya karena matinya di laut atau perjalanan kapal menuju daratan masih lama sehingga dikhawatirkan mayat membusuk.
Di tengah banyaknya kontroversi ini sayang sekali belum terlihat kemauan AS melakukan introspeksi dengan mengubah kebijakan luar negerinya yang agresif. AS tetap merasa benar dan ingin menang sendiri. Sepertinya peperangan melawan terorisme global terus akan dikobarkan. Sejumlah tokoh al-Qaeda pengganti Osama sudah dibuatkan daftar hitamnya untuk dihabisi.
Bibit-bibit terorisme seperti terus ditumbuhkan. Dalam konflik Palestina, AS hanya mendukung Fattah, sebaliknya anti Hamas yang dianggap teroris, padahal Hamas menang lewat Pemilu yang demokratis. Giliran keduanya bersatu guna mewujudkan Palestina merdeka, justru AS tidak menyambut baik. Jadi pendirian AS tidak jelas.
Di Libya NATO tak saja mengadu domba oposisi untuk menghantam Khadafi, tetapi sudah menyerang kediaman Khadafi sendiri. Putra dan cucunya sudah tewas, dan ada kemungkinan Khadafi juga akan jadi target serangan karena tidak kunjung dikalahkan. Semua sudah melampaui mandat PBB yang hanya memberlakukan larangan terbang bagi pesawat militer Libya. AS juga belum memberi kepastian kapan meninggalkan Irak dan Afghanistan.
Sepak terjang AS mengundang pro dan kontra. Umat Islam terbelah, saling tuduh dan curiga. Di Irak, Afghanistan, Pakistan dan Libya sesama muslim saling bunuh. Jika kebijakan mengadu domba, menginvasi dan memperkeruh negeri muslim terus terjadi, ke depan terorisme sulit dihilangkan. Hal ini tak hanya menyulitkan AS cs tapi juga merepotkan negera-negara lain yang diajak AS untuk menjadi sekutunya. Ketika kelompok anti AS tak dapat menyerang AS cs secara langsung, sasaran lain mereka pilih. Akhirnya terjadilah aksi teroris di luar arena perang yang mengorbankan warga sipil. Indonesia yang tergolong negeri damai juga terkena akibatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar