Banjarku Banjarmu Jua
Oleh: Ahmad Barjie
B
Ketika
kita memasuki Kota Banjarmasin lewar darat, di kiri kanan pintu gerbang kota Jalan Jenderal Ahmad
Yani km 6 tertera tulisan: ”Kami Himung Pian Datangan Sabarataan”.
Meskipun
tulisan ini berbahasa Banjar, tentu tidak semata ditujukan kepada para
pendatang Banjar yang berasal dari Hulu Sungai. Tetapi mencakup di dalamnya
semua pendatang, termasuk yang masuk Banjarmasin
melalui laut dan pelabuhan Trisakti.
Ungkapan
yang lebih tepat ditulis pada acara undangan perkawinan dan sejenisnya tersebut
mengesankan Banjarmasin
siap menampung semua orang. Sebab “sabarataan” dalam bahasa Banjar berarti
semuanya.
Hal
ini tentu agak ironis dan aneh, mengingat Banjarmasin
sesungguhnya memiliki wilayah yang relatif kecil. Luasnya hanya sekitar 72 km
persegi. Penduduknya tidak sampai satu juta jiwa, tetapi karena kecil, maka
penduduk, jalanan dan bangunan terasa sudah sesak
Ucapan
selamat datang ini menunjukkan betapa welcome-nya daerah dan masyarakat Banjar,
terutama yang ada di Kota Banjarmasin terhadap pendatang, dari mana, suku dan
agama apa saja. Betapa orang Banjar sangat inklusif, bukan eksklusif dan
protektif,
Keterbukaan
begini tentu juga dianut oleh sebagian daerah lain, karena hampir di semua kota besar dan kecil di Indonesia ini ada ucapan selamat
datang demikian. Cuma di sebagian daerah ada nuansa ketidaktulusan menerima
pendatang.
Ibukota
Jakarta misalnya, meskipun ada tugu Selamat Datang, tetapi di kota ini juga sejak lama beredar lagu “Siapa
Suruh Datang Jakarta”. Setiap saat, terlebih menjelang mudik Lebaran, Pemprov
DKI selalu berpesan agar warga DKI yang mudik tidak membawa serta anggota
keluarganya ketika kembali ke Jakarta.
Sarat Problem
Ada atau tidak ada ucapan selamat datang, orang pasti akan
mendatangi suatu kota
dan daerah untuk mengadu nasib dan memperbaiki taraf hidup. Terlebih bagi kota Banjarmasin
dan Kalsel pada umumnya yang akhir-akhir ini mengalami kemajuan ekonomi yang
pesat, mungkin karena adanya pertambangan dan perkebunan, serta stabilitas
keamanan yang kondusif.
Boleh jadi juga posisinya yang strategis
dalam segitiga emas bersama Kalimantan Tengah dan Timur. Kalau di beberapa kota
dan daerah kita agak kesulitan mencari mobil mewah, maka di Banjarmasin dan
Kalsel begitu banyak. Orang Banjar terkenal memiliki selera Belanja dan gengsi
tinggi. Jika di banyak daerah kita kesulitan mencari penjual pulsa telpon, di
Banjarmasin justru begitu mudah. Bagi orang Banjar bayi dan anak ingusan saja
sudah pegang hape.
Keterbukaan kota Banjarmasin
tentu membawa banyak konsekuensi, baik pada ranah kehidupan sosial ekonomi,
agama dan budaya. Investor makin banyak, pembangunan perumahan, pusat belanja,
perhotelan dan sebagainya seolah tak pernah berhenti. Peluang usaha terbuka
tetapi juga disertai persaingan semakin tinggi.
Perlahan tapi pasti pasar-pasar
tradisional dan usaha-usaha kecil akan makin terdesak dan kalah bersaing oleh
usaha-usaha besar. Adanya usaha yang menggunakan bahasa yang bernuansa
primordialisme, misalnya “ampun urang banua jua, ampun orang Banjar jua, asli
Banjar” dan sejenisnya menunjukkan pemiliknya ingin agar orang Banjar lebih
memprioritaskan berbelanja ke pasar, toko atau pusat belanja milik orang banua.
Cara
begini diperkirakan tidak akan manjur, sebab orang Banjar yang memiliki selera
belanja tinggi, ternyata tidak fanatik dalam berbelanja. Siapa pun pedagangnya
asalkan murah dan berkualitas, apalagi dengan pelayanan yang baik sebelum dan
purnajual, ke sanalah mereka akan terus berbelanja. Biar sama-sama orang banua,
jika merasa kecewa dan dirugikan, mereka akan jera seumur hidup.
Menjunjung Langit
Kita salut banyak warga Banjar
yang walaupun bukan Banjar asli, tetapi sudah menyatu dan memiliki kecintaan
yang besar terhadap banua Banjar. Bahkan lebih separoh atau seumur hidupnya
sudah diabdikan terhadap Banjar. Kepada mereka ini tentu harus diberikan
hak-haknya secara wajar dan adil, baik dalam usaha maupun karier. Tidak fair jika mereka tereliminasi hanya
karena tidak lahir di sini.
Tetapi bagi pendatang baru, tetap perlu
lebih adaptif. Meskipun Banjarmasin dan Banjar umumnya begitu terbuka, kita
tetap berharap agar pendatang bisa menjunjung langit. Pada ranah agama dan
budaya dengan menghargai nilai-nilai religiusitas masyarakat. Maraknya
tempat-tempat hiburan malam dalam beberapa tahun terakhir, dengan konsumen
utamanya orang Banjar sendiri, bukan orang asing, diperkirakan dikelola oleh
pengusaha non Banjar. Hal-hal begini semestinya tidak dilakukan, sebab meresahkan
para orang tua, melukai perasaan kaum ulama dan agamawan Banjar.
Pada ranah ekonomi, sekiranya suatu sektor
usaha kecil sudah ada pelakunya, sebaiknya pedagang besar dan konglomerat tidak
mematikannya dengan menghadirkan usaha-usaha besar yang menyedot masyarakat.
Hal ini penting diingatkan kembali, sebab jika dibiarkan dapat menimbulkan
kesenjangan dan konflik sosial. Peristiwa Jumat Kelabu 23 Mei 1996 silam dengan
segala korban jiwa, harta benda dan pusat belanja, selain dipicu masalah
politik, juga karena kesenjangan sosial dan persaingan tidak sehat.
Pada ranah lingkungan hidup pedagang dan
pengusaha pendatang hendaknya turut bertanggung jawab memelihara dan
melestarikannya. Para pengusaha rumah
makan, kios makanan dan rombong yang berjejer di tepi jalan besar dan kecil
hendaknya tidak membuang sampah dan limbahnya sembarangan sehingga merusak
keindahan, mengotori lingkungan dan sungai. Aturan dan upaya penertiba dari
Satpol PP hendaknya ditaati untuk kenyamanan bersama.
Walikota Banjarmasin 2003-2005 Drs H
Midpai Yabani MM bersama jajaran Pemko Banjarmasin pernah kecewa kepada
beberapa pemilik ruko, toko dan pedagang yang tidak memelihara kebersihan dan
kelestarian lingkungan sekitar. Mereka acuh tak acuh dan hanya menonton ketika
aparat pemerintah bekerja. Midpai pun kesal: “Jangan hanya berusaha dan mencari
hidup di Banjarmasin, tapi tak mau memelihara kebersihan, kelestarian dan
keselamatan lingkungan”, semprot walikota.
Dalam skup besar, masyarakat Banjar di
Kalsel sekarang juga sedang gelisah oleh tingginya tingkat kerusakan alam
disebabkan pertambangan, baik yang legal maupun ilegal. Sementara rakyat banyak
belum menikmati hasilnya kecuali segelintir saja. Reklamasi yang sudah dilakukan konon baru 2
%.
Kalau angka ini benar, berarti
banyak pengusaha yang hanya mencari kekayaan di banua Banjar tanpa menghiraukan
kerusakan yang rentan mendatangkan bahaya lingkungan hidup. Ketika banjir dan
bencana alam tiba, mereka tinggal angkat kaki dan koper. Sementara rakyat mau
lari ke mana.
Kita ingin banua Banjar
dijadikan sebagai rumah bersama semua orang. Banjar asli atau pendatang, semua
menjaga dan membangun Banjar dengan tanggung jawab dan rasa memiliki yang
tinggi. Banjar ini Banjar kita juga.
kelinci99
BalasHapusTogel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino