In Memoriam KH Tahsyamani Baderun BA
Lebih Setengah Abad Bergelut
di Dunia Dakwah
Oleh: Ahmad Barjie B
Beberapa
waktu lalu, tepatnya tanggal 2 April 2014 M / 2 Jumadil Akhir 1435 H masyarakat
di Kota Banjarmasin dan sekitarnya kehilangan salah seorang ulama dan dai yang
cukup terkenal, yaitu KH Tahsyamani Baderun. Karena di hari itu Rabu, sekitar pukul 10.45 beliau dipanggil ke
hadirat Allah swt, setelah dalam tahun-tahun terakhir ini sering keluar masuk
rumah sakit, rawat inap dan rawat jalan.
Begitu mendengar ulama
kelahiran Banjarmasin 73 tahun lalu itu meninggal, banyak kalangan berdatangan
ke rumah duka, baik dari kalangan ulama dan ustadz, tokoh dan warga masyawakat,
juga murid-murid beliau. Mereka mendoakan, ikut menshalatkan dan mengantarkan ke
kubur.
Namun banyak pula kalangan
yang tidak tahu atau terlambat tahu. Oleh
karena itu penulis memandang perlu menurunkan tulisan ini, sebagai upaya untuk
mengenang sekaligus mengambil pelajaran dari kehidupan beliau yang sarat dengan
perjuangan dakwah.
Datuk Tombak Alam
menyatakan, hal-hal yang sering dialami dunia dakwah adalah, pertama adanya
yang meninggal, kedua ada yang meninggalkan dan ketiga ada yang ditinggalkan.
Ulama dan juru dakwah yang meninggal, yaitu wafat atau meninggal duna, sebagaimana
dialami oleh KH Tahsyamani Baderun.
Meninggalkan, artinya
banyak orang yang mampu dan tahu ilmu agama, tetapi enggan menjadi juru dakwah
sebab memilih profesi lain yang lebih menjanjikan di segi materi. Ditinggalkan,
artinya dakwahnya sudah ketinggalan zaman atau juru dakwahnya tidak konsisten
menjalankan ajaran agama yang disampaikannya, sehingga masyarakat menjauhinya.
Berdakwah sejak muda
Menurut Ustadz M Rahimi HT
salah seorang putra almarhum yang menyusun buku Biografi (Manaqib) ayahnya, Guru
Tahsyamani, atau biasa pula dipanggil Guru Tatah, lahir di Kampung Parodan Sungai Jingah Ulu
Banjarmasin pada 11 Februari 1941. Ayah beliau bernama KH Baderun bin Sulaiman,
juga seorang ulama dan masih zuriyat dari ulama besar Kalimantan Syekh Muhammad
Arsyad al-Banjari.
KH Baderun salah seorang
murid dari Tuan Guru Syekh H Jamaluddin Arsyad yang sering dijuluki dengan Tuan
Guru Surgi Mufti yang makam/kubahnya ada di Surgi Mufti dan hingga kini masih sering
diziarahi orang.
Semasa kecil Tahsyamani
selain beroleh pendidikan agama dari lingkungan keluarga, juga menempuh
pendidikan dasar. Mulanya sekolah SR di Simpang Sungai Bilu (sekarang SDN
Melayu 6), kemudian melanjutkan ke SMIP 1946 yang didirikan oleh KH Muhammad
Hanafi Gobet, yang berlokasi di Jalan Masjid Jami Kelurahan Surgi Mufti sekarang.
Beberapa teman seangkatan
beliau di sekolah ini seperti KH Ibrahim Nadjam, Drs. H Abdurrahim Yasin Lc. Di
antara teman-teman senior adalah Drs. H Bakhtiar Effendi, Drs. HM Asy;ari MA dan
Prof Dr H Alfani Daud (keduanya mantan Rektor IAIN Antasari). Kebanyakan teman
seangkatan dan senior beliau juga sudah almarhum.
Selanjutnya Tahsyamani
menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (yang kemudian
menjadi PGAN Mulawarman). Selanjutnya kuliah di Fakultas Syariah IAIN Antasari
Banjarmasin dan berhasil mencapai gelar Sarjana Muda (Bachelor of Art/BA).
Bersamaan dengan kegiatan
menuntut ilmu, KH Tahsyamani menjadi guru PNS. Mulanya mengajar di Madrasah
Taman Pemuda Islam di Jl Keramat Banjarmasin, sebuah madrasah yang sudah
berdiri sejak zaman Belanda 1927, dan
diberi nama Syubban School. Pada masa kemerdekaan madrasah ini berubah
nama menjadi Raudhatus Syubbanil Muslimin atau Taman Pemuda Islam.
Beliau diangkat menjadi
PNS oleh Kantor Kementerian Agama Kota Banjarmasin sejak.1962 dan pensiun tahun
1996 dalam usia 55 tahun. Kebiasaan sebagian PNS kala itu, kalau pensiun akan
digantikan oleh anak-anaknya, namun beliau menolak. Almarhum menyuruh
anak-anaknya berwiraswasta saja, atau
kalau menjadi PNS harus berusaha sendiri, tidak meneruskan pensiunnya orang
tua.
H Tahsyamani menjadikan
dakwah sebagai dunianya dan bagian hidupnya. Karena itu beliau berdakwah sejak
usia masih sangat muda. Hingga meninggalnya tidak kurang dari 54 tahun beliau
menggeluti dunia dakwah dengan segala suka dukanya.
Berdasarkan catatan ada seratusan masjid yang pernah beliau
berikan khutbah Jumat secara rutin serta khutbah hari raya Idul Fitri dan Idul
Adha. Beliau juga mengasuh majelis taklim sampai 20-an tempat, baik di masjid-masjid,
maupun langgar/mushalla. Tersebar
di Kecamatan Banjarmasin Barat, Timur, Tengah, Utara dan Selatan dan sekitarnya.
Beliau sangat sering
dimintakan untuk berceramah agama oleh masyarakat dalam berbagai acara, seperti
peringatan hari-hari besar Islam, aqiqah/tasimiyah, pernikahan, dan kegiatan
keagamaan lainnya. Dalam berceramah beliau sering mendatangi permintaan
masyarakat sampai ke pedalaman, baik di Kalsel maupun Kalteng. Tidak jarang beliau sakit karena kelelahan
berdakwah, bahkan pernah juga terjatuh dari kendaraan karena sulitnya medan
yang ditempuh. Prinsip beliau: “Aku tidak akan mau berhenti berdakwah sampai
aku tua renta sekalipun kecuali bila umurku sudah habis atau aku meninggal
dunia”.
Salah satu kelebihan gaya
dakwah Tahsyamani, suara beliau jelas, terang, nyaring, tegas, dan berani,
namun juga disertai dengan humor-humor, sehingga terasa segar dan tidak
membosankan bagi pendengar. Sekali orang mengundang, biasanya akan memintanya
lagi. Saat berceramah beliau sering memakai kacamata hitam. Beliau juga tidak
pamrih dalam berdakwah. Semua dijalankan dengan tulus sebagai kewajiban agama.
Sewaktu
H Tahsyamani masih sehat walfiat, Masjid at-Taqwa Banjarmasin di mana penulis
menjadi salah seorang pengurus, sering sekali meminta beliau baik untuk
berkhutbah Jumat dan Hari Raya, juga ceramah/kuliah Subuh di bulan Ramadhan.
Kalau sudah Guru Tahsyamani yang memberikan kuliah, jamaah biasanya lebih
banyak, dan mereka tidak akan beranjak sebelum ceramah selesai karena merasa
rame sekaligus beroleh ilmu dan pelajaran berharga.
Berrsamaan dengan
keaktifannya berdakwah beliau juga memiliki keahlian di bidang Alquran,
karenanya sering dimintakan menjadi hakim MTQ dan sejenisnya. Juga keahlian dalam membimbing ibadah haji dan
umrah, sehingga sering ditugaskan untuk memberikan bimbingan kepada jamaah,
baik oleh pemrintah maupun swasta.
Amalan dan sifat utama
Meskipun memiliki volume
dakwah yang padat dan jam terbang yang tinggi, Tahsyamani tidak melupakan
amalan-amalan sunat yang bersifat pribadi. Di antara amalan beliau adalah
shalat tarawih, tahajud dan witir di bulan Ramadhan, shalat Dhuha terutama di
pagi Jumat, shalat sunat rawatib, shalat
taubat, tasbih dan hajat di malam hari terutama setelah shalat Maghrib, dan
shalat sunat lainnya. Juga rajin membeca Alquran setelah selesai shalat fardlu,
senang melaksanakan puasa sunat, senang bersederkah dan berinfak.
Beliau seorang yang taat
kepada kedua orang tua dan menyayangi anak-anaknya, rajin menuntut ilmu sejak
muda hingga tuanya, suka berslaturahim dan menghadiri undangan perkawinan di
mana saja. Tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah, selalu optimis
dan pantangan menyerah dalam memperjuangkan dakwah.
Kini KH Tahsyamani baderun
telah tiada. Kita harapkan penerus dakwah terus bermunculan, baik dari
lingkungan keluarga, murid dan masyarakat pada ummnya. Patah akan tumbuh lagi
dan hilang tetap berganti. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Penulis buku “Mengenang Ulama dan Tokoh Banjar”,
dukungan Kesultanan Banjar.