Antisipasi Penyalahgunaan Ponsel
Oleh: Ahmad Barjie B
Hampir setiap produk barang bermuatan iptek berfungsi ganda; positif, negatif. Tergantung manusia penggunanya, the man behind the gun. Senapan berguna untuk melumpuhkan penjahat atau menembak musuh, tetapi salah guna bila menembak orang tidak bersalah. Komputer sangat berguna untuk pengetikan, dokumentasi, transliterasi, tabulasi, akuntansi, kalkulasi, percetakan dan penerbitan. Tetapi kurang berguna bila hanya untuk bermain game anak-anak atau mencari ramalan bintang dan nasib berdasarkan kode shio dan zoodiac. Komputer yang dilengkapi fasilitas internet, sangat berguna bila untuk e-mail, mengakses berbagai informasi pengetahuan, teknologi dan materi keislaman dari website dalam negeri dan mancanegara, tetapi kurang berguna kalau sekadar untuk chatting yang sia-sia, dan lebih merusak lagi bila digunakan membuka situs-situs porno.
Sama halnya dengan telpon seluler (ponsel) atau telpon genggam dalam berbagai produk, merek dan kelengkapannya. Ia sangat berguna untuk menyampaikan atau menerima informasi kapan dan di mana pun, mengetahui penanggalan, waktu, panggilan shalat, Alquran seluler, tanya jawab lewat SMS, pesan singkat, sebagai kalkulator, dll. Termasuk ponsel kamera berguna merekam momen-momen penting yang patut diabadikan, tanpa harus repot menggunakan kamera manual atau digital. Tetapi ponsel juga merugikan bila digunakan secara negatif dan keperluan destruktif.
Demam ponsel
Bila diamati penggunaan ponsel selama ini, sebagian besar belum diarahkan untuk hal-hal positif dan produktif. Idealnya ponsel hanya dimiliki dan digunakan oleh orang-orang yang punya jam terbang tinggi, volume kerja padat, seperti pebisnis, pengusaha, dokter, penceramah, sering bepergian, usaha-usaha jasa yang bersifat mobil dan sejenisnya yang tidak bisa hanya mengandalkan telpon rumah/kantor. Tetapi kenyataannya, hampir semua kalangan memaksakan diri punya ponsel, dari yang benar-benar butuh hingga yang hanya sekadar latah.
Akibatnya terjadi banyak penyalahgunaan ponsel. Penyalahgunaan di sini menurut saya terbagi dua, yaitu penggunaan untuk hal-hal negatif atau sia-sia dan penggunaan di tempat yang salah. Pertama, bentuk-bentuk penyalahgunaan di antaranya, ponsel untuk berkomunikasi yang sifat-sifatnya hura-hura, tidak bermanfaat dan hanya menghabiskan pulsa tanpa terasa. Beberapa ABG senang saling calling saat mereka berada di tengah keramaian, dengan suara nyaring yang mengganggu, padahal yang diobrolkan tidak ada isinya. Perjanjian dan perekayasaan melakukan kejahatan yang bersifat kriminal dan moral, obrolan esek-esek, juga sangat mudah dengan ponsel. Merekam dan memotret adegan porno lewat ponsel kamera, sebagaimana sering dihebohkan di banyak daerah, tentu sangat amoral. Merekam suara guru saat mengajar untuk dijadikan bahan ejekan, atau menyontek jawaban ujian lewat ponsel juga termasuk perbuatan negatif dan uneducated.
Kedua, penggunaan di tempat yang salah di antaranya mengirim dan menerima informasi dan pesan saat beribadah, ceramah atau pembacaan Alquran di masjid atau mushala. Tidak jarang orang yang tahu ilmu agama dan etika juga terlanggar yang satu ini. Jamaah biasanya cukup terganggu, sehingga ada panitia masjid menulis pengumuman: “matikan HP saat di masjid atau saat shalat”. Bahkan ada imam shalat jamaah, menjelang takbir berpesan: “shaf ratakan, rapikan, luruskan, dan HP dimatikan”.
Mengaktifkan ponsel saat seminar, menerima tamu penting dan sejenisnya juga tidak terpuji. Pada seminar bergengsi, biasanya panitia membuat kesepakatan dengan peserta agar selama seminar ponsel dinonaktifkan. Belum lama tadi, serombongan anggota DPR-RI yang berkunjung ke Parlemen Mesir konon merasa terganggu dan tersinggung, karena saat menerima mereka, Ketua Parlemen Mesir beberapa kali menyahut pesan lewat ponsel. Boleh jadi karena kunjungan itu bersifat diam-diam dan setengah resmi, akibatnya parlemen Mesir tidak siap.
Ponsel juga sering digunakan saat mengendarai kendaraan bermotor, roda dua atau empat. Celakanya ada yang tidak sekadar menerima pesan, tapi mengirim pesan sambil menyetir, seperti banyak dilakukan para ABG. Keadaan ini tentu dapat mengundang bahaya kecelakaan lalu lintas. Beberapa kota besar AS memberlakukan larangan keras disertai sanksi penggunaan HP di jalan-jalan tertentu, sebab tidak sedikit laka lantas terjadi karena pengemudi lengah saat asyik menerima atau mengirim pesan.
Tidak dapat diabaikan pula hasil temuan sebuah lembaga riset di AS bahwa ponsel yang selalu diletakkan di saku celana dapat menurunkan kualitas sperma pria, entah bagi wanita. Bila ini benar, pemilik ponsel perlu berhati-hati agar tidak berisiko. Penempatan ponsel dalam tas kerja atau kantong kecil di ikat pinggang muka atau belakang, seperti sering dicontohkan para artis, barangkali lebih baik. Walau terkesan agak pamer dan mengundang penjahat, tapi kalau aman bagi kesehatan, tentu tidak mengapa.
Langkah pengendalian
Meminimalisasi beragam penyalahgunaan ponsel perlu dilakukan langkah-langkah terpadu. Orang tua sudah waktunya lebih melek teknologi, bukan malah gagap teknologi. Seringkali orang tua hanya mampu membelikan, tetapi tidak pandai dalam menggunakan ponsel secara detil. Keadaan ini dapat berakibat orang tua tidak dapat mengontrol, mudah dipintari (atau dibodohi) anak untuk disalahgunakan. Bila orang tua ahli mengutak-atik ponsel, mereka dapat mengontrol secara teratur penggunaan dan penyalahgunaan ponsel anaknya. Memanjakan anak dengan ponsel mahal juga tidak bijaksana, karena sesungguhnya banyak kebutuhan lain yang lebih penting dan mendidik.
Sekolah perlu memberlakukan larangan membawa ponsel. Larangan ini sudah diberlakukan di beberapa SLTP, pesantren dan alangkah baiknya juga diberlakukan di tingkat SLTA. Pemberlakukan dibaregi razia teratur dan konsisten. Kalau sekolah terpaksa membolehkan, karena banyak siswa diantar-jemput keluarganya, minimal ponsel itu dikumpulkan di kantor sekolah/kelas sewaktu pelajaran berlangsung, sejak masuk hingga pulang. Ini efektif, terutama untuk lebih mengonsentarsikan siswa terhadap pelajaran dan menghindarkan siswa membawa ponsel mahal karena takut tertukar dan tidak berani memuat pesan atau program yang menyalahi tata tertib sekolah karena akan segera diketahui guru pengawas.
Sangat wajar bila selama jam belajar pikiran siswa tidak direcoki permainan dan perbuatan iseng yang ditawarkan ponsel. Melorotnya prestasi belajar siswa akhir-akhir ini boleh jadi karena ponsel salah satu variabelnya, sebab kita tahu begitu banyak waktu siswa tersita hanya mengutak-atik ponsel, belum lagi nonton tv dan santai sia-sia. Sungguh bijaksana jika para siswa dan ABG menyadari pentingnya hidup hemat dan efektif menggunakan uang, lebih-lebih ketika belum bekerja menghasilkan uang sendiri. Alangkah baiknya jika uang dibelikan buku, majalah, koran untuk mencerdaskan, atau ditabung untuk masa depan. Gaya dan gengsi sebenarnya tidak ada nilai plusnya dan sudah waktunya ditinggalkan. Negeri ini membutuhkan generasi dengan SDM tinggi, bukan generasi gengsi.
Polisi perlu menyelidiki hingga tuntas perbuatan merekam adegan porno baik untuk konsumsi sendiri maupun disebarkan. Pelaku, perekam dan penyebar patut dikenai sanksi sepadan. Zina kok dijadikan kebanggaan, hubungan intim dalam pernikahan saja dirahasiakan. Jika tidak mampu mengendalikan nafsu, mustinya sembunyi-sembunyi karena malu dan takut pada Tuhan, malaikat dan manusia.
Polantas perlu memberlakukan kawasan bebas ponsel, di mana pengguna jalan dilarang menerima atau mengirim pesan sambil mengemudi, kecuali harus menepi di tempat aman. Pelanggaran dapat dikenakan sanksi, sama seperti pelanggaran aturan lantas lainnya. Ini penting untuk mengantisipasi risiko lakalantas, yang tidak hanya membahayakan penelpon tetapi juga orang lain.
Kita tidak dapat menyalahkan produk ponsel, pabriknya, penjualnya, distributornya, agennya, apalagi ilmuwan yang menciptakannya. Ponsel tidak dapat disamakan dengan narkoba atau miras yang haram digunakan, sehingga ada 10 pihak yang terkena hukuman, yaitu produsen, distributor, peminum/pemakai, pembawa, pengirim, penuang, penjual, pemakan hasil, pembayar dan pemesannya. Sebagai benda, ponsel tetap netral dan bebas nilai. Ke mana mau digunakan semua tergantung penggunanya. Yang dapat dilakukan hanya mengarahkan kegunaannya agar positif, konstruktif dan produktif, bukan sebaliknya. Itu saja.