Rabu, 23 Januari 2013

Menjenguk Sekolah Kepribadian Rasulullah

Muhammad SAW dikenal terpuji akhlaknya. Allah memujinya sebagai uswah hasanah dan berkepribadian agung. Ketika para sahabat bertanya kepada Aisyah, dijawab kepribadian beliau adalah Alquran.

Tidak terhitung keunggulan pribadi beliau. Tidak cukup even bulan maulid untuk mengkaji sejarah hidup beliau.

Sebelum menjadi Rasul beliau terkenal jujur dan terpercaya, banyak orang mempercayakan modalnya. Memasuki gerbang berumah tangga dengan Khadijah beliau sangat menyintai dan dicintai istrinya. Jiwa raga dan harta diserahkan Khadijah demi kesuksesan dakwah. Sepeninggal Khadijah, beliau beristri lagi guna mengayomi perempuan. Kepada istri-istri beliau sayang dan romantis. Aisyah dipanggil Humairah (pipi merah delima). Kalau ingin  bepergian jauh beliau undi siapa yang ikut, agar tidak ada yang merasa dikesampingkan. Sekembalinya, beliau segera mendatangi istri-istri dengan penuh perhatian dan kehangatan.

Sayang pada istri tidak melalaikan ibadah. Tengah atau akhir malam selalu salat, berzikir dan berdoa. Walau sudah ma’shum tetap proaktif beribadah sebagai pertanda syukur, hingga bengkak lututnya. Malam sering berziarah kubur, berdoa untuk keampunan dan keselamatan, karena beliau tahu apa yang terjadi di alam kubur.

Kepada anak-anak sangat sayang, tetapi tidak memanjakan. Fatimah yang tiap hari kecapean menumbuk gandum, dengan malu pernah minta didatangkan pembantu. Nabi menolak dengan halus seraya memberi amalan bacaan tasbih, tahmid dan takbir 33 kali, nilai pahalanya melebihi kekayaan langit dan bumi, yang belakangan dibaca orang usai salat fardu.

Ketika ada kalangan elit (bangsawan) minta dispensasi hukuman, beliau marah dan menegaskan, andaikan Fatimah, putrinya mencuri tetap dipotong tangan. Kepada cucu-cucu beliau juga sangat sayang. Hasan dan Husein bin Ali sering dibelai dan dibiarkan bergelayutan di punggung saat salat. Tetapi beliau tidak segan mencokok kerongkongan cucunya ketika memakan kurma yang bukan haknya.

Kepada binatang beliau juga menyayangi. Ketika ada kucing tidur di selendangnya, beliau biarkan agar kucing tidak terganggu.

Tanggap dan Egaliter
Rasulullah bersikap asah asih asuh. Umat dimotivasi agar senang membantu fakir miskin dan anak yatim. Pengasuh dan pemberi makan anak yatim dijamin berdekatan dengan Nabi di surga. Mengabaikan anak yatim dianggap mendustakan agama. Suatu kali, di hari raya, dilihatnya seorang anak menangis, berwajah kusut dan merana. Ternyata anak itu sudah yatim piatu. Anak itu langsung dipungut, diberi makanan dan pakaian bagus dan ditawari menjadi anak angkat. Zaid bin Harits seorang budak, dibebaskan dan dijadikan anak angkat, dikawinkan dan dididik sampai menjadi pahlawan.

Tugas dakwah diemban penuh konsisten. Ketika tekanan sosial, fisik dan politik datang bertubi-tubi dan di sisi lain beliau digoda harta, wanita dan kedudukan agar meninggalkan misi kerasulan, beliau menyatakan: “Andaikan mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah, niscaya tidak akan kutinggalkan, sampai Allah memberi kemenangan atau aku binasa karenanya”. Beliau tidak sakit hati dihina, tetapi cepat bereaksi dan melindungi jika agama, umat atau perempuan dilecehkan.

Sejak awal kerasulan hingga akhir hayatnya beliau suka sekali makan bersama. Makanan sedikit didoakan agar cukup untuk orang banyak. Setiap yang makan disuruh mengucapkan basmalah, doa dan hamdalah, agar makanan mencukupi dan penuh berkah. Kalau mendapatkan hadiah makanan, benda atau uang, beliau segera bagikan kepada yang sangat membutuhkan tanpa melewati malam. Beliau juga balas hadiah-hadiah itu sesuai kemampuan. Kepada warga disarankan saling memberi, misalnya makanan.  Paling berhak tetangga dekat, sebab mereka yang paling cepat mencium bau makanan ketika dimasak. Memberi bukan didasarkan perasaan suka dan tidak suka. Dan apa pun pemberian orang tidak boleh dicela.

Bentuk tubuh Nabi indah memesona. Jalannya elok, tidak terlalu cepat atau lambat. Bicaranya lembut, teratur dan berwibawa dan sesekali menyelipkan humor. Beliau menyenangi siwak, harum-haruman dan baju polos tanpa warna-warni. Semua sahabat senang merubung dan mendengar nasihatnya. Sekali orang mendekat, yang semula antipati atau memusuhi pasti berbalik simpati.

Beliau sangat peduli dan sensitif dan siap menderita. Saat paceklik lebih dahulu mengencangkan ikat pinggang, prihatin dan menahan lapar. Umat lebih diperhatikan dan diutamakan. Kalau menyuruh orang bekerja, beliau turun lebih dahulu.  Saat perang Khandaq, ikut menyingsingkan baju, bekerja menggali parit untuk menahan musuh. Beliau punya jiwa demokratis, walau ada wahyu, tetap sering bermusyawarah.

Visioner dan berwawasan
Toleransinya sangat tinggi. Hubungan dengan kerabat yang belum muslim tetap baik. Dengan orang Yahudi dan Nasrani berdiskusi. Dipersilakan masuk Masjid Nabawi guna berdialog keagamaan. Orang-orang saleh dan tidak memusuhi Islam dihormati, dianggap saudara muslim juga.

Para Rasul yang dipercayai umat lain seperti Ibrahim, Musa dan Isa sangat dihormati, karena semua Rasul bersaudara. Beliau mengirim surat dakwah kepada para raja dan pembesar. Nabi senang mereka memahami kedudukan dan kebenaran Islam, walau tidak masuk Islam. Nabi menekankan pada usaha dan ikhtiar, hasilnya diserahkan kepada Allah, pemberi hidayah.

Visi jauh ke depan dan tidak pendendam. Daktsur dan Suraqah yang hendak membunuhnya, dimaafkan. Ketika Jibril menawarkan menghancurkan penduduk Thaib yang menolak dakwah dan menyakiti badan beliau hingga luka-luka, Rasul malah berdoa agar Allah memberi petunjuk karena mereka tidak mengerti. Beliau berharap suatu saat bisa menerima kebenaran, karena Allah jugalah yang membolak balik hati manusia.

Bila tidak, siapa  tahu anak cucunya yang diberi petunjuk. Optimisme Nabi ini terbukti kebenarannya, Islam justru tumbuh subur di negeri-negeri  yang semula memusuhi. Iran (Persia) yang dulu rajanya sangat memusuhi Nabi sekarang justru jadi basis Islam. Byzantium (Romawi) yang dulu sering memerangi muslim era Nabi sahabat, juga menjadi tempat yang subur bagi perkembangan Islam.

Sekarang banyak pemimpin mengalami krisis akhlak dan kepribadian, hingga rakyat bingung mencari tokoh idola dan identifikasi. Mari kita jadikan kepribadian Rasulullah sebagai rujukan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar